LEPRA
( Kompetinsi 4 )
BATASAN
Morbus Hansen (Kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis granulomatous
dan sequelae-nya yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit dan
jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf pusat
PENYEBAB
Kuman Mycobacterium leprae, tidak
dapat dibiakkan dalam media, gram positif, obligat intraseluler ditemukan oleh
ilmuwan Norwegia Gerald A Hansen, pada tahun 878. Kuman berbentuk batang dan
dengan pengecatan Ziehl Nielsen bersifat tahan asam.
PATOFISIOLOGI
Kuman masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan
dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita
kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati.
Setelah kuman masuk kedalam tubuh, kuman menuju tempat predileksinya yaitu
syaraf tepi. 95% populasi manusia mempunyai kekebalan alamiah terhadap M. Leprae. M.Leprae adalah kuman yang non-toxic, manifestasi klinis yang
muncul merupakan respon host terhadap
M.Leprae atau akibat akumulasi
bakteri yang besar dalam bentuk infiltrasi difus.
GEJALA KLINIS
1.
Kelainan saraf tepi
Kerusakan saraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik
dan autonomik. Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun anastesi pada lesi
kulit yang terserang. Motorik berupa kelemahan otot, biasanya di daerah
ekstremtas atas, bawah, muka dan otot mata. Autonomik menyerang
persyarafan kelenjar keringat sehingga
lesi terserang tampak lebih kering. Gejala lain adalah adanya pembesaran saraf
tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit antara lain : n.ulnaris,
n.aurikularis magnus, n.peroneus komunis, n.tibialis posterior dan beberapa
saraf tepi lain.
2. Kelainan
kulit dan organ lain
Kelainan kulit bisa hipopigmentasi ataupun
eritematus dengan adanya gangguan estesi yang jelas. Bila gejala lanjut
dapat timbul gejala-gejala akibat
banyaknya kuman yaitu gejala infiltratif, berupa :
-
Facies leonina (gejala infiltrasi yang difus di muka)
-
Penebalan cuping telinga
-
Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral)
-
Anestesi simetris pada kedua tangan – kaki (gloves & stocking anaestesia)
PEMERIKSAAN
1.
Kulit
Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu,
nyeri dan rasa raba pada lesi yang dicurigai
a. Pemeriksaan sensibilitas suhu (terpenting) dilakukan dengan cara
tes panas dingin dengan perbedaan suhu 20° C (20° C untuk dingin, dan 40°
C untuk panas)
b. Terhadap rasa nyeri digunakan jarum pentul
c. Terhadap rasa raba digunakan kapas
d. Gangguan autonomik terhadap kelenjar keringat dilakukan guratan
tes (lesi digores dengan tinta) penderita exercise,
bila tinta masih jelas à tes (+)
(Gunawan Test)
2. Saraf
tepi
Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan saraf tepi yang
berjalan didekat permukaan kulit
Cara pemeriksaan
a. N. aurikularis magnus
Kepala menoleh kearah yang berlawanan, maka teraba
syaraf menyilang muskulus Sternokleidomastoideus bagian 1/3 atas dan tengah
b. N. ulnaris
Posisi tangan dalam keadaan pronasi ringan, sendi
siku fleksi, jabat tangan penderita, raba epikondilus medialis humerus,
dibelakang dan atas pada sulkus ulnaris. Urut kearah proksimal untuk membedakan
dengan tendon.
c. N. peroneus lateralis homunis
Penderita duduk dalam keadaan lutut fleksi 90O,
raba kapitulum fibulae, kearah bagian atas dan belakang.
d. N. tibialis posterior
Raba maleolus medialis kaki, raba bagian posterior
dan urutkan ke bawah ke arah tumit
Pemeriksaan harus dibandingkan kiri dan kanan dalam
hal size (besar), shape (bentuk), texture (seratnya) dan tenderness
(lunaknya).
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Zielhl Nielsen, dengan
sediaan diambil dari kedua cuping telinga dan lesi yang ada di kulit.
Cara pengambilan sediaan :
1. Bagian yang diambil lebih dulu dilakukan tindakan asepsis
2. Bagian tersebut dijepit diantara jari kedua dengan ibu jari
tangan sehingga tampak jaringan kulit menjadi pucat agar kemungkinan perdarahan
sedikit
3. Dengan skalpel steril dibuat sayatan ½ cm panjang sampai mencapai
dermis kemudian skalpel diputar 90 derajat sambil mengerok sisi dan dasar
sampai didapat bubur jaringan
4. Bahan tersebut dibuat sediaan apus
Sediaan yang telah dicat dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X,
kemudian ditentukan bentuk kuman :
1. Solid/utuh
: Bila : 1. dinding sel tidak putus
2.
mengambil zat warna secara merata
3. panjang kuman 4-5 kali lebar
4. ujung tumpul
2. Fragmented
/ pecah-pecah
3. Granular
(seperti titik-titik tersusun garis atas berkelompok)
4. Globus
(dapat bentuk solid, fragmented atau
granular)
5. Clump (bentuk granular membentuk pulau)
Kepadatan kuman dinyatakan dalam :
1.
Indeks bakteriologi (IB) : ukuran semi kwantitatif
kepadatan BTA dalam sediaan apus dengan nilai 1+ sampai 6+. Guna IB untuk
membantu menentukan tipe kusta dan menilai hasil pengobatan.
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP (Lapangan pandang)
2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
2.
Indeks morfologi (IM) : merupakan persentasi basil kusta,
bentuk utuh(solid) terhadap seluruh Basil Tahan Asam. IM berguna untuk
mengetahui daya penularan kuman juga untuk menilai hasil pengobatan dan
membantu menentukan resistensi terhadap obat.
PEMERIKSAAN
SEROLOGIS
1. Lepromin test : untuk mengetahui imunitas
seluler dan membantu menentukan tipe kusta
2. ELISA
3. PGL-1(Phenolic Glycolipid-I) : merupakan pemeriksaan terhadap antigen M.Leprae
4. PCR (Polimerase Chain Reaction) : Sangat sensitif, dapat mendeteksi 1-10 kuman, sediaan diambil
biasanya pada jaringan
PEMERIKSAAN
HISTOPATOLOGI
Sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan menentukan tipe kusta
DIAGNOSIS
Berdasarkan WHO pada tahun 1997, diagnosis berdasarkan adanya tanda utama
atau Cardinal sign berupa :
1. Kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan anastesi yang jelas
2. Kelainan saraf tepi berupa penebalan saraf dengan anastesi
3. Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam
à Diagnosa
ditegakkan bila dijumpai satu tanda
utama tersebut diatas
PENENTUAN TIPE
WHO membagi berdasarkan pengobatan yang diberikan hanya dengan tipe
Multibasiler (MB) dan Pausibasiler (PB)
Pembagian tipe kusta menurut Ridley Jopling berdasarkan pada gejala klinis,
bakteriologis, imunologis, dan histopatologi adalah tipe TT; BT; BB; BL dan LL
Tipe I (Indeterminate Leprosy).
Tipe TT (Tuberculoid Leprosy).
Tipe BT (Borderline Tuberculoid Leprosy).
Tipe BB (Borderline Leprosy).
Tipe BL (Borderline Lepromatous Leprosy).
Tipe LL (Lepromatous Leprosy).
Tipe TT dan BT termasuk dalam tipe Pausibasiler
Tipe BB; BL; LL termasuk tipe Multibasiler
Perbedaan tipe PB dan MB (menurut WHO)
|
Tipe |
|
|
PB |
MB |
Klinis makula |
Asimetris (jumlah 1-5) Batas tegas, kering dan kasar. Anastesi jelas, Hipopigmentasi |
Simetris (jumlah >5) Tidak tegas, halus berkilat Anastesi tidak jelas, Eritematus |
Penebalan syaraf tepi |
Terjadi dini dan asimetris |
Terjadi lanjut dan cenderung simitris |
BTA |
- |
+ |
PENYULIT
1. Sekunder infeksi
2. Reaksi
3. Kecacatan
PENATALAKSANAAN
Diberikan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy)
1. Pausibasiler
o
Rifampisin 600mg/bulan (2 kapsul Rifampisin @300mg) dan 1
tablet DDS 100 mg, diminum didepan petugas (dosis supervisi),
o
DDS 100 mg/hari (hari ke 2-28)
Pengobatan diberikan secara teratur selama
6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan.
Setelah selesai minum 6 dosis dinayatakan
RFT (Release From Treatment)
2. Multibasiler
o
Rifampisin 600mg/bulan (2 kapsul Rifampisin @300mg),
dosis supervisi
o
Lamprene 300mg (3 tablet DDS @100 mg), dosis supervisi
o
DDS 100 mg (1 tablet DDS), dosis supervisi
Ditambahkan (hari ke 2-28)
o
Lamprene 50 mg/hari
o
DDS 100 mg/hari
Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12
dosis(bulan) dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12
dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA (+)
Dosis MDT
menurut umur:
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.
Dosis anak disesuaikan dengan berat badan.
- Rifampisin : 10-15 mg/kgBB
- DDS : 1-2 mg/kgBB
- Clofazimine (Lamprene): 1mg/kgBB
Comments
Post a Comment