REAKSI LEPRA

( Kompetensi 3A)

 

BATASAN

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi imunologis dengan akibat merugikan penderita.

Reaksi kusta dapat terjadi sebelum, selama atau setelah pengobatan.

 

PATOFISIOLOGI

Reaksi menggambarkan adanya suatu hipersensitivitas terhadap antigen M. Leprae, karena adanya ketidakseimbangan imunologis. Ditinjau dari proses terjadinya, maka reaksi kusta dibagi menjadi 2 tipe:

1.   Reaksi tipe 1 (reaksi reversal, upgrading, downgrading, delayed-type hypersensitivity)

Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita yang berada di spectrum borderline (borderline lepromatous, borderline-borderline, dan borderline tuberkuloid).

Disebabkan karena hipersentifitas tipe IV (Coombs dan Gel). Antigen dari M.leprae bereaksi dengan T limfosit karena adanya perubahan yang cepat dari imunitas seluler (CMI = Cellular Mediated Immunity)

2.   Reaksi tipe 2 (Erythema Nodusum Leprosum)

Terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral oleh karena tingginya respon imun humoral penderita.

Terjadi karena kompleks imun (reaksi antigen-antibodi yang melibatkan komplemen)

Istilah Eritema Nodusum Leprosum (ENL) digunakan pada reaksi tipe 2 bila terdapat adanya lesi kulit berupa nodul-nodul eritematus

 

GEJALA KLINIS

1.   Reaksi tipe 1

Timbul pada kusta tipe borderline (BT; BB; BL) karena ketidakstabilan imunologis

Disebut juga sebagai reaksi upgrading atau reaksi reversal bila kenaikan CMI yang cepat

Gejala klinis : lesi dikulit makula eritematus, menebal, teraba panas dan nyeri tekan. Bila berat dapat membengkak sampai pecah.

Gejala sistemik jarang dijumpai.

Gejala syaraf biasanya menonjol berupa keradangan syaraf yang mendadak, pada satu atau beberapa syaraf tepi (yang paling sering n.ulnaris dan n.medianus), dengan gejala nyeri yang hebat dan atau adanya gangguan fungsi.

 

2.   Reaksi tipe 2

Terjadi pada 50% tipe LL dan 25% tipe BL

Dapat terjadi sebelum, selama ataupun setelah pengobatan

Gejala terutama pada kulit berupa Eritema Nodusum Leprosum (ENL) yaitu adanya nodul kemerahan yang nyeri, pada perabaan dapat superfisial ataupun dalam. Pada reaksi tipe 2 berat, lesi ENL menjadi vesikuler atau bula dan pecah, disebut sebagai eritema nekrotikans

Dapat juga menyerang mata (iridosiklitis), testis (orkhitis), ginjal (nefritis), sendi (artritis), limpadenik dan neuritis

Gejala sistemik berupa malaise, panas badan, sakit kepala dan kelemahan otot

 

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 dan 2

 

No

GEJALA/ TANDA

REAKSI TIPE 1

REAKSI TIPE 2

RINGAN

BERAT

RINGAN

BERAT

1.

Kulit

Bercak:

Merah, tebal, panas, nyeri *

Bercak:

Merah, tebal, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah

Nodul:

Merah, panas, nyeri

Nodul:

Merah, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah

2.

Saraf tepi

Nyeri pada perabaan: (-)

Gangguan fungsi: (-)

Nyeri pada perabaan: (+)

Gangguan fungsi: (+)

Nyeri pada perabaan: (-)

Gangguan fungsi: (-)

Nyeri pada perabaan: (+)

Gangguan fungsi: (+)

3

Keadaan umum

Demam: (-)

Demam: (±)

Demam: (±)

Demam: (+)

1.    

Gangguan pada organ lain

-

-

-

+

Terjadi peradangan pada:

Mata:

Iridocyclitis

Testis:

Epididimoorchitis

Ginjal:

Nefritis

Kelenjar limfe:

Limfadenitis

Gangguan pada tulang, hidung dan tenggorokan

 

*  Catatan:

Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf dikategorikan sebagai reaksi berat

 

FENOMENA LUCIO

 Reaksi yang terjadi pada varian tipe LL yang dijumpai di Meksiko dan daerah Caribbean yang disebut kusta tipe difuse non nodula (Lepra Bonita) dan yang belum pernah mendapatkan pengobatan. Merupakan suatu bentuk yang terjadi pada pasien yang disebut dengan Latapi Lepromatosis (Lucio Leprosy) yang tediri dari infiltrasi kutaneus difus berupa keunguan pada tangan dan kaki, telangiektasis atau telangiektasis eruptif, perforasi septum nasal, kerontokan pada bulu mata dan alis, dan sering terdapat stocking glove pattern. Lesi sangat nyeri.

Gejala biasanya berupa nodule eritematus yang bagian tengahnya mengalami nekrosis dan meninggalkan jaringan parut yang atrofi

Bedakan dengan eritema nekrotikans.

Perubahan mikroskopis yang terjadi meliputi: nekrosis iskemik pada epidermis, oklusi pembuluh darah dermal oleh perforasi endotel dan berkumpulnya BTA pada sel endotel vaskuler.

 

CARA  PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS

Pemeriksaan meliputi :

Mencari faktor pencetus berupa penyakit lain yang mungkin timbul bersamaan.

Bila timbul pertama kali harus ditegakkan dulu diagnosis kustanya.

 

DIAGNOSIS BANDING

Eritema nodusum karena penyakit Rheuma, Tuberculosis dan Sarcoidosis

 

PENYULIT

Bila reaksi tidak ditangani dengan baik akan timbul kecacatan terutama yang menyerang syaraf tepi.

 

PENATALAKSANAAN

1.   Memperbaiki gizi dan keadaan umum penderita

2.   Mengobati penyakit penyerta

3.   Obat MDT harus diteruskan

4.   Pemberian obat anti reaksi :

a.  Bila reaksi ringan

Berobat poliklinis, istirahat

Analgetik : aspirin 3-4 kali sehari

Bila dianggap perlu diberikan Chloroquin base 150 mg 3x1 tablet

b.  Bila reaksi berat (neuritis dan demam tinggi)

Istirahat kalau perlu MRS

Immobilisasi lokal

Prednison dengan dosis 30-40 mg, dan sesudah membaik diturunkan secara perlahan-lahan.

 

Pengobatan reaksi berat

Skema pemberian prednisone

·         2 minggu pertama 40 mg/hr (1x8 tab) pagi hari sesudah makan

·         2 minggu kedua 30 mg/hr (1x6 tab) pagi hari sesudah makan

·         2 minggu ketiga 20 mg/hr (1x4 tab) pagi hari sesudah makan

·         2 minggu keempat 15 mg/hr (1x3 tab) pagi hari sesudah makan

·         2 minggu kelima 10 mg/hr (1x2 tab) pagi hari sesudah makan

·         2 minggu keenam 5 mg/hr (1x1 tab) pagi hari sesudah makan

 

Tipe reaksi

Prednison

Lamprene

1 dan 2 berat

Sesuai skema

Setiap 2 minggu penderita harus diperiksa ulang untuk melihat keadaan klinis dengan memeriksa fungsi saraf

Bila kondisi:

-   Membaik, maka dosis prednisone diturunkan sesuai skema

-   Menetap, maka dosis dilanjutkan 1 minggu

-   Memburuk, maka dosis dinaikkan satu tingkat diatasnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Neuritis

Cari dosis awal untuk penderita tersebut dengan memeriksa ulang stelah 1 minggu, bila tidak ada perbaikan, dosis dinaikkan menjadi 50 mg sampai 60 mg/hr. Dosis awal ini dipertahankan selama 2 minggu

 

1 dan 2 berat (pada anak)

Dosis prednison untuk anak, dosis maksimal awal 1 mg/kgBB. Evaluasi tiap 2 minggu untuk penurunan dosis. Total lama pengobatan maksimal 12 minggu

 

ENL (tipe 2) berat berulang

Sesuai skema

Dosis lamprene untuk dewasa:

-   3x100 mg/hr selama 2 bulan

-   2x100 mg/hr selama 2 bulan

-   1x100 mg/hr selama 2 bulan

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Mempersiapkan Biaya Pendidikan Spesialis?